Sabtu, 05 Oktober 2013

Mari Melihat ‘Mesir’ Secara Logis

Created by Ditdit Nugeraha Utama
@Göttingen, Germany

Bismillah...
Berpuluh argumen, telah terfokus pada Mesir sebagai pusat berita akhir-akhir ini. Beratus sudut pandang berbagai pakar dari berbagai domain keilmuan, telah terlontar ikut mengomentari berita Mesir yang hangat dan penuh dengan cerita tragis ini. Berita akan sebuah derita. Bukan hanya derita kemanusiaan, bukan juga derita ideologi; namun – juga – telah merengsek masuk menjadi derita pemahaman. Derita yang membuat akal orang awam menjadi sangat sulit memahami semuanya.

Logis. Itulah kondisi yang seharusnya dipahami. Apa pun yang melatarbelakangi sudut pandang, domain ilmu apa pun yang mengilhami sudut pandang; logis haruslah menjadi muatan akhir pencapaian pemahaman atas penilaian sesuatu, termasuk penilaian akan apa yang tengah terjadi di Mesir. Terlepas pemasalahan Mesir ini disebabkan karena arogansi sekelompok orang atas pihak lain untuk memaksakan kehendak hawa napsunya semata; atau bahkan permasalahan ini muncul karena skenario dan intervensi pihak tertentu untuk menyulut ketidakstabilan kondisi pada salah satu negara ikon islam; namun, pastilah ada celah pandang logis yang bisa kita lihat, sehingga pemahaman atas permasalahan Mesir menjadi nampak lebih terang dan benderang.

Logis. Itulah  – pada dasarnya – kejadian yang terjadi di Mesir. Pembantaian yang terjadi atas warga negara yang tak bersalah pun adalah konsekuensi logis adanya. Tindakan membabi buta dan cenderung mengarah kepada brutal pun sebenarnya menjadi konsekuensi logis pada akhirnya. Logis karena implementasi sebuah sistem yang – memang – memungkinkan kita memaksakan kehendak pribadi atau keinginan kelompok tertentu, bukan pemaksaan kehendak atau keinginan atas kebenaran hakiki. Penggalangan dukungan sebanyak-banyaknya serta aktivitas mengatasnamakan hak asasi manusia menjadi konsekuenasi yang sangat logis terjadi di sistem demokrasi, terlepas apakah galangan dan aktivitas atas nama hak asasi manusia tersebut diperuntukkan untuk dukungan atas sebuah kebenaran atau ada hidden agenda di balik semuanya.

Pada sistem demokrasi, sudut pandang menjadi senjata ampuh untuk memaksakan kehendak satu pihak terhadap pihak lain. Penguasaan akses keran informasi, kepemilikan teknologi, kekuatan ekonomi; menjadi senjata ampuh untuk menitipkan usungan ide-ide, yang mungkin jauh dari kebenaran. Ketika sepuluh orang menyatakan benar, maka peran sembilan orang yang berbeda berbendapat sudah tidak ada artinya sama sekali. Keputusan benar atau salah, bukan berdasarkan logika atas ilmu kebenaran itu sendiri, namun berdasarkan seberapa banyak orang yang setuju atas usungan ide tersebut.

Jadi sangat logis. Sistem demokrasilah yang memungkinkan kekacauan dan kesemrawutan di Mesir ini terjadi. Bukan hanya di Mesir saja, kondisi ini sangat rentan dan mungkin sekali terjadi dimana pun pada setiap negara yang menganut sistem atas nama rakyat ini. Untuk mencapai kondisi demokratis, tidaklah harus memaksakan sistem demokrasi. Walau ada sebagian orang yang mendewakan sistem demokrasi sebagai sebuah solusi permasalahan bangsa, demokrasi tetaplah hanya sebuah alat, bukan sebuah tujuan yang – dengan arogannya – menampikan ide solusi yang lainnya.

Maka menjadi warna, bahwa pencitraan dan pengagungan nama baik atas orang-orang tertentu pengusung ide sejalan, akan sangat dominan dilakukan di sistem berbasiskan one man one vote ini. Implementasi skenario dan drive pihak lain, menjadi sangat mungkin terjadi pada sistem yang sangat rentan intervensi ini. Angkat sebuah isu, sebarkan informasi dalam bahasa yang sama, ulang-ulangi terus menerus sehingga mengakar pada alam bawah sadar; maka gerakan badan, ucapan lisan, dan gaya prilaku pun menjadi sama pada akhirnya. Ketika sama itulah, usungan ide akan sangat mudah dihembuskan. Sekali lagi, terlepas ide tersebut benar atau tidak, itu urusan nomor tujuh belas; karena, sebuah kesalahan yang dilakukan dan dihembuskan terus-menerus akan menjadi sebuah kebenaran yang diterima alam bawah sadar manusia.

Jadi, jangan pernah melihat bahwa kejadian huru-hara di Mesir, karena mayoritas umat islam; jangan pernah terpikir bahwa porak-porandanya Mesir akibat keyakinan atas sebuah akidah; sama sekali tidak. Namun, huru-hara dan porak-porandanya Mesir – harus disadari sesadar-sadarnya bahwa – karena anutan dan implementasi sistem yang salah; bukan salah implementasi, namun sistemnya itu sendiri jauh dari anut kebenaran adanya. Harus tersadarkan kembali, bahwa umat ini harus kembali pada track persatuan dengan cita rasa ilmu dan keyakinan yang sama; harus kembali pada pijakan yang benar berdasarkan kebenaran yang sebenar-benarnya datang dari Zat yang Maha Benar; harus kembali pada pegangan hujjah yang memungkinkan umat tertundukkan pada sebuah sistem yang benar, berdasarkan hakikat kebenaran sejati; bukan sistem yang berdasarkan kebenaran semu, yang belum teruji keabsahan dan kelogisannya.

Umat islam harus kembali tertundukan dan – dengan sangat sadar – mau tunduk serta berserah diri atas sistem yang telah ALLAH surat dan siratkan; karena pada hakikatnya islam adalah sebuah sistem yang meng-ejawantahkan ketertendukkan dan penyerahdirian pelaku-pelakunya atas usungan ilmuNYA. Sehingga umat pilihan ini, umat yang berjumlah satu setengah milyar lebih ini, umat yang terkenal dengan akhlak mumpuni dan keteladanan yang agung ini; bukan hanya mampu menyelesaikan permasalahan dirinya sendiri – di atas kakinya sendiri – tanpa intervensi pihak lain, bukan hanya menjadi terang untuk dirinya sendiri, bukan hanya menjadi solusi untuk permasalahannya sendiri; namun juga mampu menjadi umat yang menjadi contoh nyata keteladanan karena ejawantah sistem yang tanpa cela; karena islam adalah rahmatan lil alamin.


Alhamdulillah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar