Bismillah...
Berpuluh argumen, telah
terfokus pada Mesir sebagai pusat berita akhir-akhir ini. Beratus sudut pandang
berbagai pakar dari berbagai domain keilmuan, telah terlontar ikut mengomentari
berita Mesir yang hangat dan penuh dengan cerita tragis ini. Berita akan sebuah
derita. Bukan hanya derita kemanusiaan, bukan juga derita ideologi; namun – juga
– telah merengsek masuk menjadi derita pemahaman. Derita yang
membuat akal orang awam menjadi sangat sulit memahami semuanya.
Logis.
Itulah kondisi yang seharusnya dipahami. Apa pun yang melatarbelakangi sudut
pandang, domain ilmu apa pun yang mengilhami sudut pandang; logis haruslah
menjadi muatan akhir pencapaian pemahaman atas penilaian sesuatu, termasuk
penilaian akan apa yang tengah terjadi di Mesir. Terlepas pemasalahan Mesir ini
disebabkan karena arogansi sekelompok orang atas pihak lain untuk memaksakan
kehendak hawa napsunya semata; atau bahkan permasalahan ini muncul karena
skenario dan intervensi pihak tertentu untuk menyulut ketidakstabilan kondisi pada
salah satu negara ikon islam; namun, pastilah ada celah pandang logis yang bisa
kita lihat, sehingga pemahaman atas permasalahan Mesir menjadi nampak lebih
terang dan benderang.
Logis.
Itulah – pada dasarnya – kejadian yang
terjadi di Mesir. Pembantaian yang terjadi atas warga negara yang tak bersalah
pun adalah konsekuensi logis adanya. Tindakan membabi buta dan cenderung
mengarah kepada brutal pun sebenarnya menjadi konsekuensi logis pada akhirnya.
Logis karena implementasi sebuah sistem yang – memang – memungkinkan kita
memaksakan kehendak pribadi atau keinginan kelompok tertentu, bukan pemaksaan
kehendak atau keinginan atas kebenaran hakiki. Penggalangan dukungan
sebanyak-banyaknya serta aktivitas mengatasnamakan hak asasi manusia menjadi
konsekuenasi yang sangat logis terjadi di sistem demokrasi, terlepas apakah
galangan dan aktivitas atas nama hak asasi manusia tersebut diperuntukkan untuk
dukungan atas sebuah kebenaran atau ada hidden
agenda di balik semuanya.
Pada
sistem demokrasi, sudut pandang menjadi senjata ampuh untuk memaksakan kehendak
satu pihak terhadap pihak lain. Penguasaan akses keran informasi, kepemilikan teknologi,
kekuatan ekonomi; menjadi senjata ampuh untuk menitipkan usungan ide-ide, yang
mungkin jauh dari kebenaran. Ketika sepuluh orang menyatakan benar, maka peran
sembilan orang yang berbeda berbendapat sudah tidak ada artinya sama sekali. Keputusan
benar atau salah, bukan berdasarkan logika atas ilmu kebenaran itu sendiri, namun
berdasarkan seberapa banyak orang yang setuju atas usungan ide tersebut.
Jadi
sangat logis. Sistem demokrasilah yang memungkinkan kekacauan dan kesemrawutan di
Mesir ini terjadi. Bukan hanya di Mesir saja, kondisi ini sangat rentan dan
mungkin sekali terjadi dimana pun pada setiap negara yang menganut sistem atas
nama rakyat ini. Untuk mencapai kondisi demokratis, tidaklah harus memaksakan
sistem demokrasi. Walau ada sebagian orang yang mendewakan sistem demokrasi
sebagai sebuah solusi permasalahan bangsa, demokrasi tetaplah hanya sebuah
alat, bukan sebuah tujuan yang – dengan arogannya – menampikan ide solusi yang
lainnya.
Maka
menjadi warna, bahwa pencitraan dan pengagungan nama baik atas orang-orang
tertentu pengusung ide sejalan, akan sangat dominan dilakukan di sistem
berbasiskan one man one vote ini. Implementasi
skenario dan drive pihak lain,
menjadi sangat mungkin terjadi pada sistem yang sangat rentan intervensi ini.
Angkat sebuah isu, sebarkan informasi dalam bahasa yang sama, ulang-ulangi
terus menerus sehingga mengakar pada alam bawah sadar; maka gerakan badan, ucapan
lisan, dan gaya prilaku pun menjadi sama pada akhirnya. Ketika sama itulah,
usungan ide akan sangat mudah dihembuskan. Sekali lagi, terlepas ide tersebut
benar atau tidak, itu urusan nomor tujuh belas; karena, sebuah kesalahan yang dilakukan dan dihembuskan terus-menerus akan menjadi sebuah kebenaran yang diterima alam bawah sadar manusia.
Jadi,
jangan pernah melihat bahwa kejadian huru-hara di Mesir, karena mayoritas umat
islam; jangan pernah terpikir bahwa porak-porandanya Mesir akibat keyakinan
atas sebuah akidah; sama sekali tidak. Namun, huru-hara dan porak-porandanya
Mesir – harus disadari sesadar-sadarnya bahwa – karena anutan dan implementasi
sistem yang salah; bukan salah implementasi, namun sistemnya itu sendiri jauh
dari anut kebenaran adanya. Harus tersadarkan kembali, bahwa umat ini harus
kembali pada track persatuan dengan
cita rasa ilmu dan keyakinan yang sama; harus kembali pada pijakan yang benar
berdasarkan kebenaran yang sebenar-benarnya datang dari Zat yang Maha Benar;
harus kembali pada pegangan hujjah yang memungkinkan umat tertundukkan pada
sebuah sistem yang benar, berdasarkan hakikat kebenaran sejati; bukan sistem yang
berdasarkan kebenaran semu, yang belum teruji keabsahan dan kelogisannya.
Alhamdulillah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar