Created by Ditdit Nugeraha Utama
Reviwed by it'sallaboutmindset management
Originnaly cited from Materi Khotbah Kultum Subuh Ditdit Nugeraha Utama
Bismillah...
Pertama
dan terutama, mari kita panjatkan puji dan syukur ke khadirat ILLAHI
Rabbi. Bahwasanya pada hari ini, napas kita, degup jantung kita dan
detak nadi kita, serta iman dan islam kita, masih bersemayam rapi di
dalam lemari jiwa fana ini. Sholawat serta salam, semoga tercurah tanpa
henti, mengucur deras tanpa jeda, mengalir lancar tanpa rintang, bagi
junjungan dunia dan akhirat, Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat,
serta pengikut setianya, termasuk kita di dalamnya. Amin...
Saudaraku...
Saya
sadar, ilmu yang ada di benak saya, hapalan beberapa ayat Qur'an yang
saya miliki, ingatan akan hadis-hadis Rasul yang ada di kepala kopong
ini, tidaklah menjadikan pantas saya untuk bertausiyah. Namun,
mudah-mudahan, ada setetes embun kebaikan, ada nada harmoni kebenaran
serta tutur nasihat indah, yang bisa keluar dari guratan pena busuk ini,
bagi perbaikan kehidupan saya khususnya, dan kita semua pada umumnya,
menuju sebuah hidup dan berkehidupan yang lebih benar, lebih bermakna
dan lebih berperadaban Islam yang hakiki.... Amin ya Robbal'alamin...
Sahabatku...
Ada
sebuah pertanyaan kecil yang selalu menggelayut lengket di kepala ini,
ada sebuah pertanyaan sederhana yang selalu menempel rekat di hati dan
pikiran ini, sebuah pertanyaan yang kadang membuat saya berpikir keras
untuk menjawabnya, sebuah pertanyaan yang sampai detik ini, saya belum
pernah dapat dan mampu untuk menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, 'apa
yang telah saya berikan untuk Islam?'
Saya
pernah berhasil menjawabnya di suatu waktu, saya kegirangan, bahwa saya
pernah mendapatkan sebuah jawaban atas pertanyaan ini, namun... namun
akal ini sendiri yang membantahnya, 'ah bukan... bukan itu jawabannya...
itu hanyalah sebuah jawaban bodoh, jawaban yang tidak bermakna sedikit
pun', pikir saya waktu itu. 'saya kan sering bershodaqoh', jawab saya
suatu hari. 'saya kan selalu berzakat', jawab saya suatu saat. Bahkan
saya pernah katakan, 'saya kan selalu shalat dengan khusyuk, sering
mengaji, walaupun memang bacaan ngajiku jauh dari kesempurnaan, sering
tersenyum, bukankah senyum itu pun sebuah ibadah, sering menasihati
orang' dan masih banyak lagi jawaban yang pernah saya ucapkan untuk
sebuah pertanyaan kecil namun bermakna filosofi nan dalam itu. Namun
sesaat berikut pula, saya membantahnya sendiri. 'Loh bukankah itu semua
untuk saya? Bukankah itu semua saya lakukan karena saya menginginkan
sebuah imbalan dari ALLAH, termasuk merupakan sebuah imbalan
keridhoanNYA'. 'Lalu, mana yang saya berikan untuk islam? mana itu...?
mana...?'. Darahku mendidih, batinku terguncang keras, nadiku berdegup
cepat tak terkendali. 'Lantas, apa yang telah saya berikan untuk
Islam?... Jawaban atas pertanyaan itu, tetap tidak bisa saya
temukan....'
Sobat...
Kurang
lebih 16 abad yang lalu, seperti yang telah kita ketahui bersama, ada
sebuah kejadian yang sangat luar biasa... sebuah kejadian agung. Sebuah
kejadian hebat, dahsyat nan akbar. Sebuah kejadian yang telah membawa
alam ini menjadi terang benderang. Sebuah kejadian yang menjadikan
peradaban jahiliyah, berubah menjadi sebuah peradaban yang luhur, sebuah
peradaban tanpa cela dan tanpa hina sedikit pun. Apa kejadian itu?
Kejadian itu adalah turunnya sebuah 'kata' sebagai perintah luhur yang
tidak dapat dicerna oleh seorang pilihan ALLAH. Sebuah 'kata perintah'
yang mampu mengguncangkan hati jiwa luruh dari seorang khataman nabiyin.
Sebuah 'kata perintah' yang membuat menggigil sekujur tubuh Nabi ummi,
nabi pilihan Zat Yang Maha Teliti, Muhammad SAW. 'Kata perintah' itu,
tidak lain dan tidak bukan adalah “IQRA”.
Di
suatu malam mencekam. Di saat orang-orang di atas hamparan tanah
terlelap tidur, "Iqra', bacalah"! Seorang Ummi itu pun kemudian
menjawab: "saya tidak bisa membaca". Tubuh Rasul waktu itu bergetar,
napas tersengau, denyut nadi berdetak kencang dan keringat mengalir
deras membasahi sekujur tubuh sucinya. Malaikat Jibril pun memeluk
Muhammad, dengan sangat kuat, sehingga sekujur tubuhnya menggigil
ketakutan. Selanjutnya Jibril kembali mengajukan perintah “Iqra,
bacalah...”, kemudian tetap Muhammad menjawabnya dengan jawaban yang
sama, “Saya tidak bisa membaca”. Sehingga Jibril kembali memeluknya, dan
ini berulang sampai ketiga kalinya. Setelah malaikat Jibril melepaskan
pelukannya yang ketiga kalinya itu, kemudian Jibril melanjutkan ayat
Allah QS. al-`Alaq: 1-5.
Jika
dikaji lebih dalam, kira-kira apa yang harus dibaca oleh Rasulullah,
ketika Jibril memerintahkan untuk membaca? Apakah Al-Qur'an? Bukankah
ini merupakan ayat pertama dari Al-Qur'an? Atau mungkin malaikat Jibril
membawa sesuatu yang memang harus dibaca oleh Rasulullah waktu itu,
sehingga Jibril memerintahkan beliau untuk membacanya?
Lalu
pertanyaan lain pun muncul. Sehebat itu kah guncangan yang terjadi pada
diri rasulullah waktu itu? Sebegitu ketakutannya kah rasulullah waktu
itu, sampai-sampai badannya menggigil dan gemetar sangat dahsyat?
Ketakutan terhadap jibril kah? Bukankah malaikat Jibril selalu
diilustrasikan menjelma menjadi seorang yang sangat tampan, dan jauh
dari keangkeran? Ketakutan karena tidak dapat membacakah Rasul? Lantas,
atas dasar apa rasulullah sangat ketakutan dan gemeteran seperti itu?
Temanku...
Ternyata
IQRA, adalah sebuah perintah yang tidaklah hanya mengandung arti
harfiah sempit semata. Perintah ALLAH melalui kata IQRA, tidaklah harus
dimaknai letterleks saja, dengan makna bulat tanpa pelebaran arti
sedikit pun. Kata IQRA yang menggelegar dan membahana tersebut, haruslah
dimaknai luas, haruslah diartikan sebagai kata perintah yang tidak
sempit. IQRA haruslah diartikan sebagai arti yang luas dan bermakna
filosofis. IQRA dapat diartikan sebagai membaca, melihat, mengamati,
menganalisis, mengkaji dan mencoba untuk memahami nilai-nilai
kesempurnaan dalam penciptaan Alam Semesta, dalam penciptaan Insan,
dalam pengaturan jagat raya ini. Dengan begitu, manusia akan mengenal
dirinya. Dan siapa pun yang mengenal dirinya, maka, Insya ALLAH, dia
akan mengenal ALLAH Azza wa Jalla.
Sangat
wajar, jika memang Rasulullah waktu itu menggigil ketakutan. Berpeluh
deras di mukanya. Karena, Rasulullah telah mampu membaca, telah mampu
ber-IQRA, tentang dirinya, lingkungan sekitarnya, yang waktu itu memang
telah hancur dan jauh dari nilai-nilai moralitas, dan mampu ber-IQRA
akan segala ciptaan ALLAH di hamparan luas jagat raya ini.
Terlalu
sempit waktu yang harus kita gunakan, jika memang semangat IQRA, ini
yang kita kerjakan. Terlalu kecil dan kerdil diri ini untuk dibanggakan
atau disombongkan, jika memang azas yang dipakai dalam mengarungi
berkehidupan ini adalah azas IQRA. Bahkan jika mindset ini, pola pikir
dan pola tindak tubuh fana ini adalah berbasiskan IQRA, seharusnya kita
pun menggigil, bergetar jiwanya, melihat hidup dan berkehidupan yang
kita lakukan, yang ada pada sekitar lingkungan kita, ternyata telah
hancur atau bahkan jauh dari kesempurnaan. Jargon 'tidak ada manusia
yang sempurna', adalah sebuah tatanan kata yang telah berhasil
dihembuskan oleh mereka, para musuh islam, ke dalam dada dan semangat
kaum muslim, agar passing grade setiap tindakan kita, batas minimum
usaha kita atau standar cita dan harapan kita, adalah sesuatu yang tidak
sempurna.
Sekali-kali
TIDAK! Jargon 'tidak ada manusia yang sempurna', adalah jargon yang
melemahkan semangat kita, yang melemahkan etos kerja, usaha, semangat
juang serta wawasan kebangsaan kita. Raw model kesempurnaan untuk
seorang manusia, ukuran kesempurnaan seorang hamba ALLAH, tidak lain dan
tidak bukan adalah Rasulullah. Ternyata ada manusia yang sempurna itu.
Ternyata ada contoh nyata dari manusia sempurna itu. Seorang manusia
yang multi tallent. Seorang hamba ALLAH yang setiap gerak dan derap
langkahnya adalah ibadah. Seorang manusia yang setiap tutur katanya
adalah nasihat. Seorang manusia yang setiap tindak – tanduknya adalah
Al-Qur'an. Seorang manusia yang setiap hela napasnya dzikir, setiap
jengkal pijakannya adalah mushola dan setiap kerlingan matanya adalah
syukur. Seorang manusia yang sekaligus adalah seorang pemimpin, seorang
contoh teladan bagi mereka yang ingin menjadi guru dan dosen teladan,
seorang yang dapat dijadikan panutan bagi siapa saja yang ingin menjadi
Bapak dan Kepala keluarga yang baik dan benar, seorang manusia yang
dapat dijadikan contoh indah bagi mereka sebagai seorang pegawai beretos
kerja tinggi, sebagai seorang karyawan yang bersemangat jihad
Lillahita'ala, sebagai seorang teman, sahabat, pemimpin, murid sekaligus
guru, anak, remaja, siapa pun itu. Seseorang yang sangat paripurna
kesempurnaannya. Sekali lagi... ternyata ada manusia yang sempurna itu. Sebuah
kesalahan besar, bahwa kita mulai mencari-cari idola baru di dalam
hidup dan berkehidupan kita. Jadikanlah beliau, Rasulullah SAW, sebagai
idola di dalam bukan cuma hidup kita, namun berkehidupan kita di dunia
ini..
Kawan...
Mari
jadikan semangat IQRA adalah sebuah semangat teguh kita, semangat
sejati kita, dalam mengarungi hidup dan berkehidupan di dunia fana ini,
sehingga menggigilah, bergetarlah, raga dan jiwa ini, karena pemahaman
hakiki dan benar akan berkehidupan ini, karena pemahaman bahwa kita
tidak harus menjadi orang yang egois untuk ingin dan masuk surga
sendiri, sebuah pemahaman bahwa menyontek adalah sebuah keniscayaan dan
keboborokan mental para penuntut ilmu, sebuah pemahaman bahwa iklas
dalam beramal merupakan sebuah selogan indah bermakna luas, sebuah
pemahaman bahwa rokok adalah sebuah multi level kedzaliman, baik bagi
diri sendiri, bagi lingkungan, saudara dan teman sekitar, sebuah
pemahaman bahwa kita harus barmanfaat sebanyak-banyaknya bagi lingkungan
sekitar, bukan malah merusak dan menghembuskan asap racun penghancur
generasi, sebuah pemahaman bahwa dalam menjalani keseharian, mengarungi
lautan kehirukpikukan kehidupan keras dunia, bolehlah kita merendahkan
hati kita, serendah mungkin, sampai berada di dasar lautan terdalam,
namun jangan menjadikan kita rendah diri dan lupa bahwa kita adalah
sebuah bangsa yang besar dan berderajat tinggi.
Sahabat...
Demikianlah
tausiyah tanpa nilai ini. Hanya itulah yang bisa saya sampaikan dari
kefakiran ilmu yang dimiliki. Dan hanya itulah yang mampu saya curahkan
di pagi hari ini. Semoga etos kerja kita, semangat menuntut ilmu kita,
semangat berjihad kita selalu berlandaskan semangat Iqra. Semoga itu
semua adalah jawaban atas pertanyaan 'apa yang telah saya berikan untuk
islam?'. Terima kasih atas perhatian, mohon maaf atas segala kekurangan.
Alhamdulillah...
Alhamdulillah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar