Minggu, 30 Juni 2013

Hak Asasi atau Kewajiban Hakiki


@Göttingen, Germany

Bismillah…
Katakanlah (Muhammad), ‘Aku (berada) di atas keterangan yang nyata (Al-Qur’an) dari Tuhanku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah kewenanganku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak ALLAH, DIA menerangkan kebenaran dan  DIA pemberi keputusan yang terbaik’” (Q.S. Al-An’am [6]: 57).

Apakah sebenarnya hak asasi itu? Sebuah phrase yang membuat kepalaku mendidih untuk memikirkannya. Sebuah jargon yang kadang otakku harus berpikir sangat keras untuk mencernanya. Hak asasi sepertinya telah menjadi sebuah istilah yang sangat menyeramkan, bagi orang yang melanggarnya. Hak asasi sepertinya telah menjadi dua buah kata yang digunakan sebagai satu-satunya alasan manusia untuk menuntut dalam sebuah perkara yang tidak berhasil diselesaikan. Bahkan, hak asasi sepertinya telah menjadi sebuah term yang menggantikan posisi Sang Maha Kuasa sebagai pemutus segala perkara dan pembuat aturan sakral. Sepertinya sebuah hukuman kelabu, jika kita bermasalah dengan istilah yang satu ini.

Apakah sebenarnya hak asasi itu? Jika diambil sebuah definisi umum, hak asasi bisa saja diartikan sebagai hak-hak yang melekat atau dimiliki oleh sebuah subjek. Jika dia hak asasi manusia, berarti subjeknya adalah manusia. Lantas, hak atas apa? Apakah hak atas hidup? Bahkan batas hidup saja, tidak ada satu orang pun tahu; lacur bagaimana kita mengakui bahwa hidup adalah hak asasi. Atau hak untuk beragama? Bukankah untuk beragama itu adalah sebuah perintah dan bukan sebuah hak? Atau mungkin hak untuk sehat atau memiliki kesehatan? Bahkan dokter spesialis saja bisa sakit. Oh mungkin hak untuk belajar atau menuntut ilmu? Hmmm… Bukankah belajar atau menuntut ilmu itu pun kewajiban yang melekat pada diri setiap individu muslim? Lantas, hak atas apa? Itulah, mengapa phrase ini membuat kepalaku mendidih…

Sepertinya istilah hak asasi muncul dikarenakan sudut pandang yang teryakini. Sebuah sudut pandang manusia yang hanya bisa menuntut, bukan berbuat; hanya bisa meminta, bukan memberi. Jika orientasi dan sudut pandang itu kita ubah, mungkin permasalahan hak asasi ini pun tidak harus menjadi permasalahan besar; karena tuntutan orang atau manusia lain, tidak sempat terlontar, namun telah terpenuhi sejalan atas penyempurnaan kewajiban-kewajibannya.

Apa yang telah kau berikan untuk agamamu, atau untuk negaramu? Mungkin itu akan menjadi point of view yang bisa merubah bahwa hak asasi itu sebenarnya permasalahan menuntut, menerima dan mendapatkan. Menuntut, menerima dan mendapatkan segala sesuatu atas pihak lain yang menjalankan kewajibannya.

Renunganku aku akhiri pada sebuah simpulan yang sangat debatable, atau mungkin masih banyak lagi yang harus dicari jawabannya. Namun, setidaknya simpulan ini membuatku mampu tersenyum di dalam menjalankan berkehidupanku. Bahwa seharusnya aku mencoba untuk menghapus dua kata ‘hak asasi’ di dalam kamus berkehidupanku, dan lebih fokus kepada pemenuhan ‘kewajiban hakiki’ku pada akhirnya. Jika pemenuhanku atas ‘kewajiban hakiki’ku sempurna, maka tidak akan ada lagi orang lain yang menuntut ‘hak’ – walau sebenarnya tidak dapat dikatakan ‘hak’ juga – atas apa-apa dariku.

Bahkan untuk tubuhku ini, ALLAH telah membatasi segalanya lewat aturan indah. Bahkan untuk hidupku ini, ALLAH telah menetapkan batasnya yang jelas dan pasti. Bahkan untuk oksigen yang aku hirup, cahaya matahari yang aku nikmati, senandung burung yang aku dengar; tidak akan pernah akan aku dapatkan lagi jika ALLAH menghendakinya. Tidak pernah terpikirkan bahwa itu semua telah aku akuisisi sebagai hakku. Tidak pernah tersiratkan bahwa itu semua telah aku curi dari ALLAH yang memiliki hak mutlak atas segala. Ya, jika aku meyakini bahwa itu semua adalah hakku, sebenarnya aku telah mencurinya dari ALLAH, zat pemilik hak mutlak atas segala. Pemenuhan segala kewajiban hakikiku menjadi konsentrasi utamaku pada akhirnya. Pemenuhan kewajiban hakikiku harus telah menjadi sebuah sudut pandangku pada akhirnya. Atas proses dan menjalankan berkehidupanku, guna memenuhi target syukurku kepada ALLAH Azza wa Jalla…

Alhamdulillah…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar