Sabtu, 23 Juni 2012

Satu Ka'bah Satu Hadapan

Reviewed by it'sallaboutmindset management
Published at Bulletin of Indonesia Islam Community in Germany, eds. April - May, 2013

Bismillah...
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) mereka mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan ALLAH sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (Q.S. AL-Baqarah: 144).

Pandanganku tetap lurus ke depan; hilir mudiknya orang, tak menggubris tatapku; alunan ayat suci yang dilantunkan, tidak membuyarkan lamunsadarku. Anganku tetap menerawang, jauh, jauh sekali, sampai ke jangkauan terluar dari pikirku. Disini, ditempat yang suci ini, di tempat dimana semua umat Islam mendambakan untuk hadir disini menemui panggilanNYA, di tempat dimana menjadi simbol kebesaran umat, semua tetap tertuju pada satu hadapan dan satu arah.

Tawaf dalam tawadhunya hati, sujud dalam khusyuk jiwa, menengadahkan tangan dalam ikhlasnya do'a, kajian ayat-ayatNYA dalam indahnya mushaf Al-Qur'an, semua dilakukan dengan pandangan dan tujuan yang sama. Tidak peduli, dari suku mana mereka berasal; bukan masalah, warna kulit apa yang mereka miliki; pun bukan sebuah rasa pembeda, ketika bahasa mereka pun ternyata tak sanggup dimengerti.

Ka'bah telah menjadi magnet yang sangat luar biasa. Ka'bah - yang memiliki arti nyata 'mata atau sumbu bumi' - telah meluruskan mindset umat menuju satu tujuan jelas. Ka'bah - lagi-lagi - telah menjadi simbol, notasi atau perumpamaan positif yang ALLAH hadirkan di muka bumi ini, untuk kita renungi, kita kaji dan kita tadabbur-i.

Keberagaman ternyata akan menjadi indah, tetika satu tujuan yang terpimpin adalah pondasinya. Plural ternyata akan menjadi positif, ketika diimplementasikan pada satu arah dan gerak yang sama dalam sebuah titah. Kebhinekaan ternyata akan menjadi alasan perpecahan, jika arah, gerak dan cara pandang para pelakunya memang berbeda dan tanpa trigger yang jelas.

Harus kita akui dan sadari, memang kehidupan di muka bumi ini adalah bersifat plural, namun usungan plural menjadi sebuah isme, menjadi sesuatu yang salah kaprah. Tetapi kita pun patut yakin, bahwa kebenaran adalah hakiki. Kebenaran adalah sombong. Kebenaran akan tetap benar, walau seluruh bumi menyatakan salah. Kebenaran bukan bentuk output dari kesepakan kebanyakan orang. Kebenaran pastinya datangnya dari ALLAH. Oleh karena itu, hadapan yang satu, lurus pada sebuah titik, dengan titah yang sama, menjadi kata kunci, bahwa plural ternyata akan dapat ditundukkan.

Itulah ka'bah. Mentadabburinya, menjadikan umat ini akan menjadi besar, memiliki hidup dan berkehidupan dengan arah dan tujuan yang jelas, memiliki satu titah dan perintah yang selalu mengikat ukuwah di antaranya. Itulah ka'bah, merenunginya, menjadikan umat ini akan lebih paham, bahwa bersama, akan memiliki derajat lebih tinggi; bahwa plural bukanlah sebuah isme ideologis, namun hanya sekedar fakta; bahwa persatuan tidak bisa hanya dibiarkan, tetapi harus diambil alih dalam sebuah kepemimpinan tunggal. Itulah ka'bah....

Alhamdulillah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar